INdonesia, Bali , KTT trus ngebakso deh.........
Presiden Amerika Serikat Barack Obama mendarat di Bali, untuk
menghadiri KTT ke-19 ASEAN dan KTT ke-6 Asia Timur. Obama, yang datang
tanpa didampingi istrinya, Michelle, menumpang pesawat kepresidenan Air
Force One dari Australia, dan mendarat di Bandara Internasional Ngurah
Rai, Kamis petang (17/11), pukul 18.30 Wita.
Selain menghadiri KTT ke-19 ASEAN dan KTT ke-6 Asia Timur, Obama juga
melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
selaku tuan rumah, guna membicarakan kerja sama bisnis antara Indonesia
dan Amerika Serikat.
Pertemuan bilateral Obama-Yudhoyono sebagai mitra ASEAN di kawasan
Pasifik itu adalah untuk yang kedua kalinya sejak kunjungan Presiden
ke-44 AS itu ke Indonesia pada November 2010. Saat itu, kedua negara
membahas kerja sama menyeluruh antara Indonesia dan AS.
Kedatangan Obama untuk kedua kalinya ke Indonesia ini, mengundang
berbagai reaksi, termasuk dikaitkannya dengan rencana diaktifkannya
pangkalan militer di Australia pada 2012.
AS berencana menempatkan 2500 personel Marinir (USMC) di Robertson Barracks, pangkalan udara Australia yang berada di Darwin.
Seorang politisi PDIP memprediksi, AS bermaksud membendung Cina agar
tidak menjadi negara memiliki hegemoni tunggal di wilayah ini, khususnya
mengamankan kepentingan ekonomi dan kepentingan sekutu-sekutu
tradisionalnya, seperti Jepang, Korea Selatan, negara-negara Asia
Tenggara, dan Australia.
Sebelum ke Bali, Presiden Obama dan Perdana Menteri Australia Julia Gilard, menurut laporan harian Sydney Morning Herald, bertemu di pangkalan udara Darwin, Australia.
Obama mengatakan kepada parlemen Australia, Kamis (17/11), bahwa AS
dan Australia adalah satu kekuatan di Pasifik, dan akan selalu demikian.
Menurutnya, kawasan ini akan mempunyai peranan dalam penciptaan
pekerjaan dan kesempatan bagi rakyat Amerika dan menekankan bahwa setiap
pengurangan dalam anggaran pertahanan Amerika tidak akan dilakukan
dengan merugikan bagian dunia itu.
Presiden Amerika itu berpidato di hadapan parlemen Australia pada
hari kedua kunjungan di negara tersebut. Hari Rabu (16/11), Obama dan
Gillard mengumumkan persetujuan untuk penempatan pasukan Amerika di
wilayah Australia.
Cina segera bereaksi atas pengumuman di Canberra itu, dengan
mengatakan bahwa penempatan pasukan Amerika di Australia sebagai tidak
wajar, dan hendaknya dibicarakan dengan masyarakat internasional.
Dalam pidatonya, Obama menampik hal itu. Menurutnya, tidak ada yang
tidak wajar dalam rencana itu. Obama mengatakan, kehadiran pasukan
Amerika akan memberi kesempatan baru untuk melatih sekutu-sekutu dan
mitra Amerika, serta menanggapi berbagai tantangan, termasuk krisis
kemanusiaan dan pertolongan bencana.
Minyak Laut Timor
Sementara itu, pengamat hukum internasional dari Universitas Nusa
Cendana Kupang, DW Tadeus, menilai, AS memiliki kepentingan besar atas
minyak di Laut Timor, sehingga memandang penting untuk membangun
pangkalan militer di Darwin, Australia.
"Selain untuk menjaga stabilitas politik dan keamanan di kawasan
ASEAN, AS juga berkepentingan atas cadangan minyak di Laut Timor, untuk
kebutuhan dunia di masa datang, setelah gagal menaklukkan negara-negara
minyak di kawasan Timur Tengah," kata Tadeus kepada Antara.
Mayor Jenderal Angkatan Udara AS Michael Keltz, sebagaimana dikutip CNN (16/11),
mengungkapkan, Presiden Obama tidak hanya menempatkan pasukan
Marinirnya di Australia Utara, tetapi juga telah menyiagakan armada
pesawat tempur tercanggih, F-22 Raptor dan pesawat transport C-17, untuk
mengantisipasi gangguan keamanan bagi kepentingan AS di Asia Pasifik.
Selama ini, pasukan Marinir AS ditempatkan di pangkalan AS di Pulau
Okinawa, Jepang, dan Guam --sekitar 2.000 kilometer utara Papua Nugini.
Menyikapi hal ini, Indonesia dan negara-negara ASEAN, sudah
selayaknya bermain pintar, agar tidak terjebak dalam salah satu
kepentingan, baik AS maupun Cina.
Lebih jauh lagi, Politisi Partai Golkar, Tantowi Yahya, kepada RMOL,
menyatakan tentang kemungkinan dimanfaatkannya fasilitas militer AS
ini, dengan menjalin kerja sama latihan militer RI-AS di wilayah
Indonesia.
"Sebaliknya manfaat ekonomi dan militer dari keberadaaan tersebut harus mulai dipikirkan," ujar anggota Komisi I DPR RI ini. [TMA, Ant]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar